Teori Motivasi



·         Teori Penguatan (reinforcement theory).
Teori ini melihat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Hal ini berfokus pada perubahan dan modifikasi perilaku karyawan saat bekerja, melalui penggunaan yang tepat dari penghargaan dan hukuman. Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Perangkat Penguatan terdiri dari Penguatan Positif, Penguatan Negatif, Hukuman, dan Pemadaman
Siegel dan Lane (1982),mengutip jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajemen dapat meningkatkan motivasi kerja yaitu dengan:
1.      Menentukan jawaban yang diinginkan
2.      Mengkomunikasikan dengan jelas prilaku ini kepada tenaga kerja
3.      Mengkomunikasikan dengan jeals ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4.      Memberikan ganjaran hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan
Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
·         Implikasi praktis dari teori Penguatan dalam perilaku organisasi
Misalkan didalam suatu organisasi didalam kampus, ketua akan memberikan reward kepada bawahan yang memiliki kinerja yang baik, gunanya untuk meningkatkan motivasi kepada bawahan untuk lebih baik lagi kedepannya.
·         Teori Motivasi Tujuan
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
Implikasi praktis dari teori Tujuan dalam perilaku organisasi
Didalam suatu organisasi pasti memiliki suatu visi dan misi, dimana visi dan misi menentukan kemana arah langkah suatu organisasi tersebut akan berjalan. Nah didalam suatu visi dan misi pasti ada yang namanya “proker” atau program kerja, itu gunanya agar program yang ada di suatu organisasi tersebut lebih terstruktur dan rapi.
·         Teori Motivasi Harapan
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
·         Implikasi praktis dari teori Harapan dalam perilaku organisasi
Menurut saya, teori “pengharapan” itu apa yang kita harapkan di dalam suatu organisasi gunanya untuk memotivasi diri sendiri terhadap harapan yang ingin dicapai. Lalu dari situ kita berlomba-lomba untuk terus memberikan hasil yang maksimal terhadap organisasi tersebut.
·         Teori Motivasi Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
  • Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
  • Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
  • Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
·         Implikasi praktis dari Teori Tujuan Hirarki Kebutuhan Maslow perilaku organisasi
Disini untuk menjadikan manusia dapat mengaktulisasikan dirinya dalam sebuah organisasi mereka harus melalui anak tangga yang kita sebut dengan “Hirarki Maslow” ketika kebutuhan dasar belum terpenuhi maka orang tersebut tidak akan naik tingkat ke tahap selanjutnya. Sebagai contoh dalam organisasi di kampus mungkin untuk kebutuhan yang pertama, semua orang sudah akan mendapatkannya jadi tidak perlu dibahas secara detail, kemudian rasa aman dalam organisasi ini pasti ada yang namanya penanggung jawab jadi hal hal yang mungkin terjadinya kesalahan dalam mengambil sikap maka tidak langsung mengenai si pembuat kesalahan tersebut melainkan pada penanggung jawabnya. Kemudian kebutuhan sosial, setelah rasa aman terpenuhi maka kebutuhan sosial ini sangatlah penting karena dalam organisasi tidaklah mungkin ia berdiri sendiri, harus ada interaksi sosial antar anggota ataupun masyarakat luas. Semakin tinggi tingkatannya dalam oraganisasi maka akan berdampak pada harga dirinya, mereka akan dipandang sebagai figur yang memandu parah bawahannya. Lalu yang terakhir setelah 4 ingkatan di lalui masuklah ke tingkat akhir yaitu aktualisasi diri dimana individu atau orang tersebut sudah tau siapa dirinya, apa dirinya dan harus ngapain  dengan segudang bakat yang ia miliki sehingga mungkin para ketua, pasti sudah mencapai tahap ini sehingga ia tau akan dibawa kemana oragniasi tersebut dan langkah-langkahnya seperti apa.


Daftar Pustaka :

Komentar

Postingan Populer